Didin Sibua

Dulu Kukira Semua Aplikasi Itu Sama, Sampai Kenal Microservices…

Monolith vs Microservices

May 31, 2025 - 2 minute read
image
Gambar ini saya ambil dari internet 👋

Waktu pertama kali nyoba bikin aplikasi, rasanya semua itu sama aja. Yang penting ada halaman login, data bisa disimpen di database, terus aplikasinya jalan. Gampang banget, kan?

Tapi makin lama belajar, muncul istilah baru: Monolith sama Microservices. Baru deh nyadar, bikin aplikasi itu bukan cuma soal nulis kode doang, tapi juga gimana caranya nyusun dan ngatur bagian-bagian supaya enak dikelola, apalagi kalau aplikasinya mulai gede.


Jadi, Monolith sama Microservices itu apa sih?

Singkatnya, ini dua gaya yang paling sering dipakai buat bikin aplikasi: monolith dan microservices. Scroll aja pelan-pelan, nanti juga ngerti sendiri.


Monolith

Monolith itu gaya bikin aplikasi yang semuanya jadi satu kesatuan. Semua fitur—dari login sampai ngolah data—numpuk di satu aplikasi besar. Biasanya cuma pakai satu bahasa pemrograman, jalan di satu server, dan semua logika nyatu di situ.

Kelebihan Monolith:

  • Gampang dibikin dan dideploy, apalagi buat tim kecil.
  • Cocok buat aplikasi yang masih sederhana atau buat prototipe awal (MVP).
  • Lebih gampang diurus di awal karena semua ngumpul di satu tempat.

Kalau mau bayangin, Monolith itu kayak kamu masak sendirian buat pesta. Kamu yang beli bahan, masak, nyuci piring, beres-beres. Kalau tamu cuma dikit, santai. Tapi kalau tamu mulai rame, mulai kewalahan.


Microservices

Kalau microservices, aplikasi dibagi jadi beberapa bagian kecil yang berdiri sendiri-sendiri. Tiap bagian punya tugas masing-masing—misalnya satu buat login, satu buat produk, satu lagi buat bayar-bayar.

Kelebihan Microservices:

  • Lebih fleksibel, bagian tertentu bisa diupdate tanpa ganggu bagian lain.
  • Bisa pakai teknologi yang beda-beda sesuai kebutuhan tiap bagian.
  • Cocok buat aplikasi besar dan tim yang banyak.

Bayangin punya tim dapur lengkap. Ada koki khusus buat masak nasi, ada yang bikin sup, ada yang ngatur plating. Semua fokus di tugas masing-masing, hasilnya jadi lebih efisien dan gampang scale up.


Terus, pilih yang mana?

Jawabannya nggak mutlak, tergantung:

  • Skala aplikasi: Kalau masih kecil, Monolith lebih masuk akal.
  • Jumlah tim: Tim kecil biasanya enakan mulai Monolith.
  • Perkiraan pertumbuhan aplikasi: Kalau aplikasi bakal gede dan kompleks, Microservices bisa jadi pilihan.
  • Pengalaman tim: Microservices butuh koordinasi dan alat tambahan, kalau belum siap, mending mulai yang simpel dulu.

Banyak tim besar juga awalnya pakai Monolith, baru pecah ke Microservices pas sudah perlu.


Ini juga gue tulis sambil ngulik, jadi kalau ada yang kurang, maklum ya.. ✌️